All About Jenong or Nong-Nong


MISTERI JENONG LOUHAN

Tampaknya sulit dipisahkan antara kehadiran “jenong”, atau “nongnong” atau tonjolan di kepala dengan kehadiran sosok seekor ikan Louhan. Bahkan seolah-olah sudah menjadi “trademark” bahwa ikan Louhan harus identik dengan kepala “jenong”. Tidak sedikit para hobiis Louhan akan kecewa kalau mendapati ikan Louhan peliharaannya ternyata tidak berkepala jenong.  Apalagi bila ikan tersebut telah dipeliharanya sedari kecil dan dengan penuh harap bahwa kepalanya kelak akan jenong setelah dewasa. Berbagai upaya “mati-matian”pun tampak kerap dilakukan oleh para hobiis agar kepala ikannya bisa menjadi “jenong”, dari mulai memberi pakan jenis tertentu hingga melakukan berbagai macam perlakuan atau “latihan” .

Keinginan agar memiliki kepala ikan jenong inipun tidak disia-siakan oleh para produsen pakan ikan. Berbagai produk pakanpun diluncurkan dan diklaim dapat menjenongkan kepala ikan Louhan, bahkan diantaranya menyebutkan produknya dapat membuat jenong dalam waktu singkat. Beberapa produk bahkan disertai dengan kesaksian para penggunanya yang telah membuktikan keampuhan pakan tersebut, sebagai daya tarik. Tidak urung produk pakan penjenong kepala ini pun sempat membuat miris beberapa pemelihara ikan hias jenis lain, karena dikhawatirkan pakan ini akan mampu menjenongkan kepala ikan peliharaan mereka yang justru tidak diharapkan menjadi jenong, seperti ikan Arwana, misalnya. Tampilan seekor arwana tentunya akan nampak “rusak” apabila kepalannya tiba-tiba tumbuh jenong akibat salah memberikan jenis pakan.


Ikan dan “Jenong”

Jenong, atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai nuchal hump, atau cranial bump pada kenyataanya bukan hanya didominasi ikan Louhan. Berbagai jenis ikan, terutama dari keluarga cichlid, yaitu keluarga asal muasal Louhan, telah sejak lama “berevolusi” membentuk jenong di kepala. Berapa jenis ikan dari keluarga lainpun diketahui pula memiliki jenong dikepala.

Cyphotilapia frontosa merupakan salah satu contoh keluarga cichlid yang berkepala jenong. Ikan dengan tampilan bak kuda zebra dengan warna dasar kebiruan ini sudah sangat dikenal dengan jenong di kepalanya. Geophagus hondae, yang berasal dari Columbia, juga dikenal dengan jenongnya. Tidak diragukan lagi adalah Cichlasoma citrinelum (Amphilopus citrinellus) , dan C.Synspillum.

Dua jenis ikan yang diduga merupakan cikal bakal dari Louhan ini memang merupakan jenis ikan yang memiliki kepala jenong yang tergolong “luar biasa”.

C. Synspylum
C. citrinellus
C. frontosa
A. rivulatus

Selain itu, deretan ikan lain, masih dari keluarga cichlidae, yang diketahui memiliki kepala jenong adalah Haplochromis moorii, Hypselecara temporalis, Acara facestus, Cichlasoma nigrofasciatum, Cichlasoma spirulum, Geophagus balzani, dan masih banyak lainnya. Disamping itu, kepala jenong pun diketahui pula dimiliki oleh jenis ikan lain diluar kaluarga cichlidae, termasuk mereka yang hidup di air laut.

Misteri Jenong

Penciri Seksual

Kehadiran jenong pada ikan, khususnya keluarga cichlid sampai saat ini masih diperdebatkan. Kontroversi mengenai jenong ini masih terus bermunculan sejak berpuluh tahun lalu, bahkan hingga saat ini. Berbagai pendapat mengenai hal tersbut banyak dimunculkan oleh berbagai peneliti, berdasarakan hasil penelitian dan pengamatan yang mereka lakukan.

Yang menarik, tidak sedikit diantara mereka yang mengatakan bahwa sebenarnya kehadiran jenong ini adalah sebagai penciri seksual. Yaitu penciri untuk membedakan antara ikan jantan dengan ikan betina. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pada umumnya, ikan jantanlah yang sering memiliki jenong dikepala.

Jenong ini bisa tumbuh sampai ukuran yang luar biasa. Munculnya jenong memang tampak membuat ikan yang bersangkutan menjadi gagah, dan indah. Tidak hanya manusia, atau terutama pemeliharannya yang merasa kagum, bahkan si ikan betinapun akan “klepek-klepek”, terpesona pada penampilan jantan yang demikian. Dikatakan bahwa penampilan jenong pada ikan jantan, selain sebagai daya tarik, juga akan mempermudah si betina dalam menentukan pilihan dalam menjadinya sebagai “bapaknya anak-anak”. Dari jenong inilah si betina akan dapat menilai bagaimana kualitas dari si jantan tersebut. Sehingga si betina akan dapat menentukan apakah jantan tersebut cocok atau tidak menjadi pedamping hidupnya dan meneruskan keturunannya. Ibaratnya jenong itu seakan memberikan gambaran berapa banyak “kekayaannya”, berapa jumlah mobilnya, masa depannya, kepribadiannya, rumahnya perusahaannya dan lain-lain.

Akan tetapi ada suatu kecenderungan yang membuat para pengamat sempat tercengang, yaitu, ternyata apabila jenong ikan jantan tumbuh mencapai ukuran tertentu, justru akan ditinggalkan si betina. Tampaknya, hal ini, kurang lebih sama dengan sosok penampilan pada diri manusia (baca pria). Apabila tubuhnya atletis atau padat berisi mungkin akan terlihat macho dimata lawan jenisnya. Tapi apabila “ukuran tubuh”nya apalagi bagian perutnya, sudah mencapai ukuran tertentu, mungkin tidak akan banyak lawan jenis yang meliriknya. Kira-kira seperti itulah padanan jenong pada ikan yang diamati oleh para peneliti tersebut.

Pendapat yang mangatakan bahwa jenong adalah penciri seksual, tampaknya tidak cukup kuat. Mengapa?. Karena ternyata,setelah banyak dilakukan pengamatan, banyak jenis ikan yang betinanya juga ternyata memiliki kepala jenong. Suatu hal yang cukup kontroversial. Meskipun demikian, pendapat ini masih kerap digunakan, dengan catatan bahwa ikan jantan, pada umumnya, akan memiliki jenong yang lebih besar daripada jenong yang dimiliki oleh ikan betina.

Alat Berkelahi

Pendapat lain mengenai jenong pada ikan adalah sebagai alat berkelahi, atau sebut saja sebagai semacam “sarung tinju”. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa jenong sering dijumpai pada jenis-jenis ikan atau kelompok ikan yang suka berkelahi. Jantan oleh karenanya sangat relevan terkait dengan hadirnya jenong di kepalanya, karena jantanlah yang biasanya sering berkelahi karena berbagai alasan.

Akan tetapi pendapat inipun tidak terlalu memuaskan. Mengapa??. Berdasarkan pengamatan lebih lanjut pada jenis-jenis ikan yang “gemar berkelahi”, dan tentu saja berjenong, ternyata banyak dijumpai bahwa ikan betinanya pun sering berkelahi. Jadi dalam kelompok tertentu ini, baik si jantan maupun betina sama-sama suka berkelahi. Tetapi yang memiliki jenong hanyalah ikan jantan saja. Oleh karena itu, pendapat bahwa jenong adalah alat berkelahi dianggap belum sempurna. Karena, menurut para pengamat ini, apabila jenong adalah alat berkelahi, maka betina pada kelompok ikan inipun mestinya tumbuh jenong dikepalanya

Cadangan Makanan

Disamping dua pendapat diatas, tidak sedikit pengamat yang menyatakan bahwa jenong adalah tempat untuk meyimpan makanan. Hasil penelitian menyatakan bahwa jenong terdiri dari lemak. Kenyataan pun tampak mendukung pendapat ini, yaitu ikan yang dipelihara dalam akuarium cenderung memiliki jenong yang jauh lebih besar dibandingkan ikan yang hidup di habitat aslinya di alam.

Kehidupan dalam akuarium akan menjamin suplai pakan yang kontinyu. Selain itu ruang gerak yang relatif sedikit memungkinkan suplai pakan yang dikonsumsi tidak terbakar habis menjadi energi, sehingga cadangan makan menumpuk sebagai jenong. Sedangkan di alam, mereka harus berebut makanan, yang mungkin saja tidak tersedia dalam jumlah berlimpang sepanjang tahun. Selain itu di alam, mereka dituntut untuk selalu bergerak aktif, sehingga tidak banyak kelebihan makanan yang bisa disimpan dalam bentuk jenong besar. Akan tetapi pendapat inipun medapat tentangan, karena ternyata selain lemak, jenong dikepala ini juga berisi air dalam jumlah relatif banyak.

Alat Bantu Gerak dan Pelindung

Jenong ikan diduga juga merupakan alat bantu gerak ikan dalam air, yaitu sebagai salah satu mekanisme hidrodinamik ikan untuk bergerak dalam air, seperti yang dijumpai pada ikan Salmon. Akan tetapi pada cichlid, bentuknya yang membulat dengan ukuran yang besar, justru dianggap hanya akan menjadi penghambat gerakannya, sehingga pendapat inipun diangap kurang memuaskan.

Selain sebagai alat bantu gerak, ada juga yang berpendapat bahwa jenong merupakan alat pertahanan atau alat pelindung dari ikan tersebut dari para pemangsanya. Akan tetapi lagi-lagi pendapat ini mendapat tentangan. Apabila jenong adalah sebagai alat pelindung dari para pemangsanya mestinya ikan betina juga berhak memiliki jenong.

Epilog

Satu hal yang perlu diketahui, kehadiran jenong pada cichlid bervariasi sepanjang waktu. Pada waktu-waktu tertentu jenong akan tampak membesar, terutama pada saat menjelang masa kawin. Sedangkan pada selang waktu yang lain , khususnya pada masa-masa dimana diperlukan banyak energi, sebut saja pada saat kawin, mereka akan mengecil, atau bahkan hilang sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran jenong tergantung pada bioritme ikan yang bersangkutan.

Yang pasti, sifat jenong merupakan sifat yang diturunkan. Sebagai contoh kalau kita memelihara anakan C. citrinelum, tanpa diberikan perlakuan khusus apapun, maka ikan ini setelah sampai pada masanya akan tumbuh jenong di kepalanya, bahkan mencapai ukuran yang aduhai. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan Louhan, hal ini perlu diberi catatan. Seperti dikemukakan sebelumnya Louhan adalah hibrid dari berbagai jenis cichlid. Dengan demikian, apabila tetua dari Louhan ini merupakan jenis cichlid dari jenis jenong, maka keturunannya akan jenong, sekaliapun tanpa perlakuan khusus. Sayangnya untuk mengetahui tetua Louhan yang sebenarnya tidak terlalu mudah, karena tetuanya masih sering dirahasiakan. Hanya kejujuran dari para breeder lah yang tampaknya masih dapat dijadikan pegangan.

Beberapa upaya “penjenongan” kepala Louhan yang sering dianjurkan selama ini, kurang lebih mengacu pada dugaan-dugaan fungsi dari jenong pada kaluarga cichlid. Misalnya pemberian cermin. Pemberian cermin diyakini dapat membuat Louhan menjadi jenong, hal ini nampaknya berkaitan dengan dugaan bahwa jenong adalah alat berkelahi. Dengan demikian, dengan adanya bayangan dirinya pada cermin tersebut, Louhan akan merasa dirinya memiliki musuh, sehingga memicu hormon tertentu dalam tubuhnya untuk membesarkan jenongnya.

Bagi mereka yang menganut dugaan bahwa jenong adalah media penyimpan makanan, maka perlakuan dengan memberikan pakan jenis tertentu, khsusunya dengan kadar lemak tinggi, diharapkan akan dapat membangkitkan jenong. Beberapa ada yang memberikan perlakuan dengan menempatkan Lohan pada tempat yang sempit, sehingga Louhan tidak bisa banyak bergerak agar tidak banyak energi yang terbuang. Hal ini diharapkan akan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada jenong, sehingga jenong akan membesar.

Tidak ada salahnya apabila kita mencoba berbagai upaya tesebut, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas yang normal, dan dengan memperhatikan kepentingan ikan itu sendiri. Artinya jangan sampai apa yang kita lakukan justru berubah menjadi bentuk penyiksaan pada ikan yang bersangkutan. Lakukanlah hal tersebut dalam batas-batas kewajaran. Dan tetap diingat bahwa faktor genetik memegang peranan penting. Selama kita tahu persis tetua Louhan yang dipelihara adalah dari jenis cichlid dengan kepala jenong, maka louhan yang dipelihara, setelah sampai pada masanya, akan berkepala jenong.

Article from : O-fish.com